Hukum Ejakulasi di Luar Rahim karena Takut Hamil
Assalamu ‘alaikum wr. wb. 
Redaksi Bahtsul Masail NU Online,
 sejumlah cara dilakukan banyak pasangan suami-istri untuk menghindarkan
 diri dari kehamilan mengingat konsekuensinya bila anak bertambah. Untuk
 itu banyak orang mengikuti program KB dengan konsumsi pil, vasektomi 
atau tubektomi, penggunaan kondom, hubungan dengan sistem kalender. 
Tetapi ada juga pasangan suami-istri yang mencegah kehamilan dengan 
melakukan ejakulasi di luar rahim. Mohon penjelasan agama perihal ini. 
Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Sunardi/Surabaya). 
Jawaban 
Assalamu ‘alaikum wr. wb. 
Penanya
 yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. 
Pada hakikatnya penciptaan manusia atau makhluk hidup secara umum 
bergantung pada kehendak Ilahi. Sementara hubungan suami-istri hanyalah 
sebab dari penciptaan manusia.
Meskipun sekadar sebab, hubungan 
suami-istri merupakan sebab yang cukup kuat dalam penciptaan manusia 
mengingat ketinggian frekuensi sebab-akibat antara hubungan suami-sitri 
dan kehamilan. Hanya sedikit sekali kasus penciptaan yang terjadi pada 
Nabi Adam AS, Siti Hawa, dan Nabi Isa AS.
Untuk menghindari 
kehamilan, manusia menemukan sejumlah cara, salah satunya adalah 
ejakulasi di luar rahim. Sebagian kalangan menyebutnya sebagai "senggama
 terputus" atau coitus interuptus.
Aktivitas ejakulasi di luar rahim saat berhubungan suami istri dalam istilah agama disebut “al-‘azlu.” Al-azlu atau azal
 dipahami sebagai aktivitas menarik kelamin suami dari dalam farji saat 
berhubungan suami-istri dengan tujuan untuk menumpahkan sperma di luar 
rahim.
Adalah benar bahwa pada hakikatnya penciptaan manusia itu 
bergantung pada kehendak Ilahi. Tetapi manusia juga dapat mengupayakan 
perencanaan kehamilan melalui sejumlah cara-cara sebagai di atas, antara
 lain ejakulasi di luar rahim
Perihal ini, para ulama berbeda 
pandangan. Sebagian ulama, yaitu kalangan Syafi’iyah dan Hanbaliyah 
memutuskan makruh untuk perbuatan azal ini. Tetapi bila ada pertimbangan
 khusus yang sekiranya dapat melahirkan “problem” karena kehamilan itu, 
Imam Al-Ghazali menyarankan agar kehamilan sebaiknya direncanakan.
إلا
 أن الشافعية والحنابلة وقوماً من الصحابة قالوا بكراهة العزل؛ لأن الرسول 
صلّى الله عليه وسلم في حديث مسلم عن عائشة سماه الوأد الخفي، فحمل النهي 
على كراهة التنزيه. وأجاز الغزالي العزل لأسباب منها كثرة الحرج بسبب كثرة 
الأولاد. وبناء عليه يجوز استعمال موانع الحمل الحديثة كالحبوب وغيرها 
لفترة مؤقتة، دون أن يترتب عليه استئصال إمكان الحمل، وصلاحية الإنجاب
Artinya,
 “Hanya ulama dari kalangan madzhab Syafi’I, Hanbali, dan sejumlah 
sahabat menyatakan kemakruhan azal karena Rasulullah SAW dalam riwayat 
Muslim dari Siti Aisyah menyebut azal sebagai pembunuhan samar-samar. 
Larangan dalam riwayat ini dipahami sebagai makruh tanzih yang sebaiknya
 tidak dilakukan. Tetapi Imam Al-Ghazali membolehkan azal karena 
sejumlah sebab, salah satunya kemunculan banyak ‘problem’ yang dipicu 
oleh kebanyakan anak. Atas dasar pandangan Al-Ghazali ini, penggunaan 
alat kekinian perencanaan jumlah anak seperti pil KB atau media KB 
lainnya untuk jangka waktu tertentu yang tidak berdampak pada penutupan 
sama sekali kemungkinan kehamilan atau  tidak merusak benih janin 
normal, diperbolehkan,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, cetakan kedua, 1985 M/1305, Beirut, Darul Fikr, juz 3, halaman 554-555).
“Problem”
 dalam padangan Imam Al-Ghazali di sini perlu digarisbawahi. Ledakan 
jumlah penduduk tanpa kontrol bisa jadi menimbulkan masalah yaitu 
problem kesejahteraan, kependudukan, dampak pada pendidikan, ledakan 
penduduk, peningkatan beban pemerintah baik pusat maupun daerah. Bisa 
jadi problem medis seperti penyakit "berat" yang akan diderita anak.
Di
 samping itu ledakan penduduk berkaitan erat dengan penyediaan kebutuhan
 dasar yaitu pangan, keamanan, lapangan kerja, urbanisasi, pendidikan, 
transportasi, energi, kesehatan, perumahan, tatakota, dan problem sosial
 lainnya.
Hanya saja problem ledakan penduduk ini harus 
didasarkan pada rilis resmi lembaga pemerintah terkait seperti Badan 
Pusat Statistik, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 
(BKKBN), atau instansi pemerintah lainnya.
Demikian jawaban 
singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka 
dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca. 
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
 Wassalamu ’alaikum wr. wb. 
(Alhafiz Kurniawan)
Source : nu.or.id 

