Multi Level Marketing (MLM) Bolehkah?
Oleh
Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi MA
Multi Level Marketing yang lebih dikenal dengan MLM adalah : Sebuah 
sistem penjualan langsung, di mana barang dipasarkan oleh para konsumen 
langsung dari produsen. Para konsumen yang sekaligus memasarkan barang 
mendapat imbalan bonus. Bonus tersebut diambil dari keuntungan setiap 
pembeli yang dikenalkan oleh pembeli pertama berdasarkan ketentuan yang 
diatur.[1]
Karena dipercaya dapat memberikan keuntungan yang cukup besar kepada 
perusahaan, dewasa ini, berbagai jenis barang marak dipasarkan dengan 
menggunakan marketing (pemasaran) pola MLM : perhiasan, program 
komputer, minuman suplemen, kosmetik, kaset-kaset islami, dan lain-lain.
Semenjak pemasaran barang pola MLM masuk ke negeri-negeri Islam para ulama telah berbeda pendapat tentang hukumnya.
PENDAPAT PERTAMA : MLM (Multi Level Marketing) HUKUMNYA MUBAH (BOLEH)
Ini merupakan pendapat Lembaga Fatwa al-Azhar, Mesir. Alasannya, karena 
dianggap sama dengan samsarah (perantara antara penjual dan 
pembeli/calo).
Berikut teks soal-jawab tentang perusahaan “BIZNAS”, salah satu 
perusahaan program komputer di Timur Tengah yang berdiri pada tahun 
2001, berpusat di Kesultanan Oman, yang menggunakan sistem MLM dalam 
memasarkan produknya. Pada tahun 2008, perusahaan ini telah memiliki 
110.000 anggota yang tersebar di 50 negara.
Soal: Sebuah perusahaan yang berpusat di Oman baru membuka cabang di 
Mesir, bernama “BIZNAS” Perusahaan ini menjual program panduan belajar 
komputer, mencakup program panduan menggunakan komputer, internet, 
panduan servis komputer, dan program-program pembelajaran lainnya, 
selalu dimutakhirkan (update) melalui situs resmi perusahaan, dijual 
seharga $90.
Pada saat pembelian produk, pembeli memperoleh program atau dapat 
menjualnya kembali. Selain itu, dia mendapat kesempatan untuk bergabung 
dalam jaringan untuk meraih keuntungan dengan cara memasarkan barang 
kepada orang-orang terdekat. Karena dia telah berusaha meyakinkan pihak 
lain untuk membeli produk dan juga telah membeli produk dan juga dia 
melatih orang-orang yang membeli produk melaluinya untuk menggunakan 
produk dan memasarkan ke pihak lain. Pada saat ia mendapatkan 9 orang 
pembeli produk baik langsung maupun tidak, dengan syarat 2 orang pembeli
 produk langsung melaluinya maka perusahaan akan memberikan bonus 
sebagai motivasi agar terus memasarkan produk dan dia akan terus 
menerima bonus selama orang membeli produk melalui jaringannya.
Pertanyaan saya, apakah boleh menerima bonus sebagai imbalan atas usaha memasarkan barang serta melatih para pembeli baru?
Jawab : Setelah menelaah pertanyaan yang disampaikan maka dewan 
memutuskan, “Usaha yang dilakukan yaitu : sebagai perantara antara 
produsen dan konsumen untuk memasarkan barang. Usaha ini termasuk 
samsarah. Dan samsarah sebagaimana dijelaskan oleh para ahli fikih : 
bahwa apabila tidak terdapat penipuan, kezaliman, atau menjelaskan 
barang tidak sesuai dengan hakikatnya pada saat memasarkan barang/jasa 
maka uang hasil usaha sebagai perantara halal dan sama sekali tidak ada 
keraguan.”
Fatwa ini ditanggapi oleh banyak para peneliti ekonomi Islam.
Menurut Dr. Husain Syahrani dalam disertasinya yang diajukan ke 
Fakultas Syariah, Universitas Islam al-Imam Saud, Riyad, Arab Saudi yang
 berjudul “al-Taswiq al-Tijari wa Ahkamuhu fi al-Fiqh al-Islami” bahwa 
fatwa ini tidak berarti membolehkan sistem MLM secara mutlak, disebabkan
 beberapa hal:
• Fatwa tersebut berdasarkan deskripsi yang disampaikan penanya tanpa
 mengkaji ulang secara langsung sistem yang digunakan perusahaan yang 
bersangkutan, sebagaimana dijelaskan pada pembukaan fatwa.
Padahal, kalau penanya menjelaskan hal-hal yang dapat memengaruhi 
hukum MLM kemukinan fatwanya berbunyi lain, seperti bahwa pembelian 
produk merupakan syarat untuk dapat memasarkan barang dan meraih bonus, 
lalu tujuan utama orang membeli produk untuk ikut MLM adalah meraih 
bonus yang dijanjikan, perbandingan bonus yang dijanjikan sangat jauh 
dibandingkan dengan harga produk dan usahanya memasarkan barang.
Misalnya, BIZNAS menjanjikan bonus sebanyak lima puluh ribu Dolar 
Amerika di akhir tahun, padahal harga produk tidak lebih dari $99,- 
dengan perbandingan 0,3% harga produk dan bonus 99,7% ini pasti membuat 
setiap orang yang membeli produk serta ikut jaringan bertujuan 
mendapatkan bonus dan bukan menginginkan produk, karena ternyata 
program-program yang dijual oleh BIZNAS dapat diperoleh dari beberapa 
situs di internet secara gratis, serta usahanya untuk meraih bonus hanya
 cukup memasarkan produk kepada dua orang di bawah tingkatan, kemudian 
dua orang dibawah mencarai dua orang lagi dan seterusnya.
Juga tidak dijelaskan dalam pertanyaan bahwa untuk mendapatkan bonus 
disyaratkan bahwa 9 penjualan harus berasal dari downline jalur 
kiri-kanan seimbang, 5 penjualan dari downline kanan dan 4 dari kiri 
atau 6-3, jika seluruh penjualan hanya dari satu jalur saja maka bonus 
gagal diperoleh sekalipun ribuan penjualan.
• Fatwa ini tidak membolehkan secara mutlak akan tetapi berkait, 
yaitu tidak terdapat penipuan, kecuarangan, dan kezaliman dalam 
memasarkan produk.
Persyaratan ini tidak terpenuhi dalam praktik MLM. Sebab, 
kenyataannya, pada saat memasarkan produk dan sekaligus merekrut 
downline selalu dipenuhi kecurangan, penipuan, dan kezaliman, di mana 
upline menjanjikan bonus yang sangat besar kepada calon pembeli, padahal
 yang mendapatkan bonus itu hanya 6% saja dari seluruh anggota. Ini 
namanya spekulasi tingkat tinggi (judi), dengan janji itu pembeli 
bersedia membeli produk yang harganya jauh lebih mahal dibandingkan 
harga sebenarnya, bahkan produk BIZNAS dapat diperoleh secara gratis, 
ini adalah kezaliman dan kecurangan dalam penjualan produk.
• Fatwa yang menganggap MLM sama dengan samsarah (calo) tidaklah 
tepat, karena terdapat perbedaan yang mendasar antara MLM dan 
samsarah[2]: 
PENDAPAT KEDUA : MLM (Multi Level Marketing) HUKUMNYA TIDAK BOLEH (HARAM).
Ini merupakan pendapat mayoritas para ulama kontemporer, juga fatwa Dewan Ulama Kerajaan Arab Saudi, keputusan Lembaga Fikih Islam di Sudan, dan fatwa Pusat Kajian dan Penelitian al-Imam al-Albani Yordania.
Menurut Dr. Sami al-Suwailim (Direktur Pengembangan Keuangan Islam di
 Islamic Development Bank, Jeddah dan bekas anggota Dewan Syariah Bank 
Al-Rajhi, Riyad) dalam sebuah penelitiannya mengatakan bahwa MLM adalah 
perpanjangan dari Pyramid Scheme/ Letter Chain (pengiriman uang secara 
berantai) yang berasal dari Amerika. 
Tatkala pemerintah setempat melarang praktik ini karena dianggap 
sebagai penipuan maka sistem ini dikembangkan dengan memasukkan unsur 
barang/produk agar mendapat legalitas dari pemerintah.
Sangat ironis, jika saja Negara yang menganut sistem liberal dalam 
ekonominya-menghalalkan riba dan judi- telah melarang praktek ini, 
kenapa juga ulama Islam masih ragu-ragu menjatuhkan hukum praktik ini.
Ide Asas Kerja MLM Adalah Sebagai Berikut:
A menyerahkan uang sebanyak $100 kepada sebuah perusahaan dengan 
harapan mendapatkan bonus yang jauh lebih besar dari nominal uang yang 
dibayar ke perusahaan tersebut. Agar A mendapat bonus, dia harus mencari
 dua orang yang mau menyerahkan uang $100 kepada perusahaan itu untuk 
menutupi uang A $100 dan agar dapat bonus serta sisanya merupakan laba 
bagi perusahaan pengelola.
Kemudian B dan C yang telah membayar masing-masing $100 ke perusahaan
 melalui perantara A agar uangnya kembali dan mendapat bonus 
masing-masing harus mencari dua orang yang mau menyerahkan uang $100.
Maka jumlah orang pada level ini empat orang, begitulah seterusnya 
hingga skema piramida ini membesar, di mana jumlah peserta di tingkat 
bawah lebih banyak daripada jumlah tingkat atas.
Yang pasti, semakin lama berjalan maka semakin susah untuk merekrut 
orang baru yang mau menyerahkan uangnya kepada perusahaan pengelola dan 
pada suatu saat sampai pada kondisi stagnan, tidak bergerak. Maka dapat 
dipastikan orang-orang yang berada pada tingkat akhir mengalami kerugian
 dan jumlah anggota pada tingkat ini adalah peserta terbanyak.
Ini adalah sebuah penipuan, yaitu: memberikan keuntungan untuk 
sedikit orang dan merugikan orang banyak. Dalam hitungan matematika, 
persentase anggota yang mengalami kerugian mencapai 94% sedangkan 
anggota level atas yang meraih keuntungan hanyalah 6% saja. Ini sangat 
jelas merupakan penipuan.
Oleh karena itu, pemerintah Amerika telah melarang praktik Pyramid 
Scheme. Namun, agar sistem ini dapat diakui oleh pemerintah maka pihak 
pengelola memasukkan produk sebagai kedok. Dan namanya di ubah menjadi 
Multi Level Marketing, Direct Selling, dan lain-lain.[3]
Hukum Pyramid Scheme jelas haram karena mengandung unsur riba ba’i, 
yaitu: menukar uang sejenis dengan cara tidak tunai dan tidak sama 
nominalnya , juga mengandung unsur garar, yaitu: saat seseorang 
bergabung dengan sebuah jaringan Pyramid Scheme dia tidak tahu apakah 
uang yang telah dibayarkannya akan kembali ditambah bonus karena dia 
berada di tingkat atas, atau uang dan bonusnya hilang karena statusnya 
berada pada tingkat bawah.
Bila hukum ini telah disepakati maka selanjutnya yang perlu dikaji, 
apakah penyertaan sebuah barang/produk ke dalam sistem ini dapat 
mengubah hukum MLM menjadi halal atau tidak?
Seseorang Yang Bergabung Dengan MLM Ada Tiga Macam:
• Seseorang yang murni bertujuan untuk menjadi perantara antara produsen dan konsumen (agen) dengan sistem MLM.
Perantara ini tidak dapat menjualkan produk sebagaimana layaknya 
perantara dalam sistem marketing biasa, yaitu barang diambil terlebih 
dahulu berdasarkan kepercayaan kemudian ia mendapat upah sekian persen 
dari hasil penjualan. Akan tetapi, ia diharuskan terlebih dahulu membeli
 salah satu produk tersebut.
Proses ini jelas dilarang dalam Islam karena terdapat dua akad dalam satu akad.
Dan tujuan di balik persyaratan perantara harus membeli salah satu 
produk terlebih dahulu perlu dicermati karena persyaratan ini merupakan 
indikasi kuat bahwa produk hanya sebatas kedok untuk melegalkan Pyramid 
Scheme. Sebab, bila ia hanya sebatas perantara tanpa membeli produk maka
 mata rantai Pyramid Scheme akan terputus. Dengan demikian, pengelola 
jaringan akan mengalami kerugian karena bonus yang diberikan jauh lebih 
besar daripada hasil penjualan barang.
• Seseorang yang bertujuan membeli produk saja tanpa ambil peduli 
dengan bonus yang dijanjikan perusahaan MLM karena ia merasa cocok 
dengan produknya.
Maka konsumen ini sesungguhnya telah tertipu karena harga jual yang 
telah ditetapkan oleh perusahaan lebih dari 60% dianggarkan untuk 
pemberian bonus. Hal ini disepakati oleh seluruh perusahaan MLM. Maka 
pembeli yang hanya membeli barang saja dia telah tertipu karena harus 
membayar 60% dari harga barang untuk bonus orang-orang dalam jaringan, 
padahal ia membeli produk langsung dari tangan pertama.
Berbeda dengan harga yang sampai ke tangannya melalui sistem 
marketing biasa sekalipun termasuk biaya agen dan iklan, jika ia 
memotong jalur perantara maka dia dapat memperoleh potongan harga. 
Persentase lebih dari 60 untuk bonus dan kurang dari 40 untuk biaya 
produksi barang jelas bahwa status barang hanyalah sebagai kedok untuk 
melegalkan Pyramid Scheme, di mana yang diinginkan adalah uang dan bukan
 barang.
• Seseorang yang ikut bergabung dalam MLM dengan tujuan bonus. 
Karena, bonus yang dijanjikan untuk tahun pertama saja sangat besar dan 
jauh dibanding harga barang yang dipasarkan kepada kedua orang yang 
sekaligus merupakan downlinenya.
dan tujuan ini merupakan tujuan utama mayoritas orang-orang yang 
bergabung dalam MLM, yaitu memperoleh bonus puluhan juta rupiah. Dan 
mereka sama sekali tidak menghiraukan produk yang dijual dan dibelinya. 
Dalam kasus ini jelas bahwa barang hanyalah sebagai kedok untuk 
melegalkan Pyramid Scheme.
Dari penjelasan di atas sangat jelas bahwa sistem MLM tidak berbeda 
hukumnya dengan Pyramid Scheme, sekalipun disertakan barang/produk 
karena status barang hanyalah sebagai kedok.
Hal ini dicermati oleh Dewan Fatwa Kerajaan Arab Saudi, dengan fatwa no. 22936, tanggal: 14-3-1425 H, yang berbunyi:
Soal : Banyak pertanyaan masuk ke dewan fatwa tentang hukum MLM 
seperti “BIZNAS” dan “Hibatul Jazirah”[4], inti sistem pemasarannya : 
setiap anggota berusaha meyakinkan 2 orang untuk membeli produk, 
kemudian setiap pembeli tadi berusaha meyakinkan 2 orang lagi untuk 
membeli. Semakin tinggi tingkatan peserta semakin besar bonus yang 
didapatkan. Mencapai ribuan riyal.
Jawab : Sistem ini (MLM) termasuk muamalat yang diharamkan karena 
tujuan orang yang bergabung adalah bonus bukan barang. Terkadang bonus 
mencapai ribuan riyal, sedangkan harga barang hanyalah ratusan riyal. 
Setiap orang yang berakal bila ditawarkan pilihan barang dan bonus pasti
 akan memilih bonus. Oleh karena itu, yang menjadi jargon perusahaan MLM
 menarik orang untuk membeli produknya adalah besarnya bonus yang 
dijanjikan, sebagai imbalan harga barang yang tidak seberapa bila 
dibandingkan dengan bonus yang akan diperoleh.
Berdasarkan penjelasan hakikat sistem pemasaran ini maka hukumnya adalah haram sesuai dengan dalil-dalil berikut:
1. Sistem MLM mengandung unsur riba fadl dan nasi’ah.
Setiap anggota menyerahkan uang dalam jumlah kecil untuk mendapatkan uang dalam jumlah yang lebih besar. Ini berarti uang ditukar dengan uang dengan nominal yang tidak sama dan tidak tunai. Inilah riba yang diharamkan berdasarkan teks Alqur’an dan Hadis, beserta Ijmak.
Setiap anggota menyerahkan uang dalam jumlah kecil untuk mendapatkan uang dalam jumlah yang lebih besar. Ini berarti uang ditukar dengan uang dengan nominal yang tidak sama dan tidak tunai. Inilah riba yang diharamkan berdasarkan teks Alqur’an dan Hadis, beserta Ijmak.
Sementara itu, status barang/produk yan dijual perusahaan kepada 
konsumen hanyalah sebatas kedok, karena barang bukanlah tujuan orang 
yang ikut dalam jaringan tersebut. Dengan demikian, keberadaan barang 
tidak mempengaruhi hukum (menjadi halal).
2. Sistem MLM mengandung unsur garar (spekulasi) yang diharamkan 
syariat. Karena, setiap orang yang ikut dalam jaringan ini, ia tidak 
tahu apakah akan berhasil merekrut anggota (downline) dalam jumlah yang 
diinginkan atau tidak.
Sementara itu, jaringan ini sekalipun terus beroperasi, pada suatu 
saat pasti akan terhenti; maka pada saat ia bergabung ke dalam jaringan 
ia tidak tahu, apakah dia berada pada tingkat atas sehingga dia akan 
beruntung ataukah dia akan berada pada tingkat bawah sehingga dia akan 
rugi.
Dan kenyataannya, sebagian besar anggota jaringan inilah hakikat 
garar. Yaitu, keberadaannya antara untuk dan rugi, dengan rasio rugi 
lebih besar. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamtelah melarang garar, 
sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Sahih-nya.
3. Sistem MLM mengandung unsur memakan harta manusia dengan cara yang batil.
Karena, yang mendapat keuntungan dari sistem ini hanyalah perusahaan MLM dan sejumlah kecil anggota dalam rangka mengelabui orang-orang untuk ikut bergabung.
Dalam hal ini teks Alqur’an sangat jelas mengharamkan praktik ini. Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil” [an-Nisa/2 : 29]
4. Sistem MLM mengandung unsur penipuan, menyembunyikan cacat dan pembohongan publik.
Dari sisi penyertaan barang/produk dalam jaringan, seolah-olah ini adalah penjualan produk, padahal sesungguhnya yang terjadi bukanlah demikian. Dan dari sisi menjanjikan bonus yang sangat besar, namun jarang diperoleh setiap anggota. Ini adalah penipuan yang diharamkan syariat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي
“Tidak termasuk golonganku orang yang menipu”. [HR Muslim]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamjuga bersabda:
البَيِّعَانِ بِالخِيَارِ مَالَمْ يَتَفَرَّقَا، فَإِنْ صَدَقَا 
وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا 
مَحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
“Penjual dan pembeli dibenarkan melakukan khiyar selagi mereka berada
 dalam satu majelis dan belum berpisah. Jika keduanya jujur dan saling 
terbuka maka niscaya akad mereka diberkahi. Dan jika keduanya berdusta 
dan saling menutupi cacat (barang) maka niscaya dicabut keberkahan dari 
akad yang mereka lakukan.” [HR al-Bukhari dan Muslim]
KESIMPULAN Tentang Multi Level Marketing (MLM)
Dari dua pendapat di atas, jelaslah bahwa pendapat yang terkuat adalah 
MLM hukumnya haram. Adapun fatwa yang membolehkan, sebetulnya bukanlah 
membolehkan secara mutlak, melainkan memboleh kan berkait, yakni bila 
persyaratan-persyaratan yang ditentukan syariat terpenuhi; padahal, 
kenyataannya, semua persyaratan tersebut dilanggar oleh sistem MLM.
Oleh karena itu, Dr. Husain Syahrani dalam disertasi doktoralnya yang
 berjudul “al-Taswiq al-Tijari wa Ahkamuhu fi al-Fiqh al-Islami” 
(Marketing Dalam Tinjauan Fikih) yang dibimbing oleh Dr. Abdurrahman 
al-Athram (Sekjen International Bureau For Economics & Finance, 
Anggota Dewan pakar AAOIFI, dan mantan Sekjen Dewan Syariah Bank Al 
Rajhi, Riyad) sampai pada kesimpulan bahwa tidak seorang pun ulama dari 
dunia Islam yang menghalalkan sistem MLM. Ia berkata,”Setelah mencari, 
meneliti, mendiskusikan, serta mengkaji maka saya tidak menemukan 
seorang ulama pun yang berpendapat bahwa sistem MLM hukumnya mubah 
(boleh) secara mutlak.”[5]
Kemudian perlu juga diingat bahwa MLM diharamkan bukan karena 
produknya, melainkan karena sistem pemasarannya. Maka apa pun jenis 
produk yang dipasarkan dengan sistem MLM, sekalipun produknya adalah 
barang-barang yang Islami, seperti CD literatur Islam yang dijual oleh 
perusahaan “Hibatul Jazirah” Riyadh, atau kaset-kaset dan CD yang berisi
 ceramah serta kajian keislaman yang dijual oleh perusahaan “Madaar An 
Nuur” Mesir dengan sistem MLM hukumnya juga haram.[6]
(Dinukil dari buku Harta Haram Muamalat Kontemporer, cet. Ke-5, hlm. 299-308)
_______
Footnote
[1]. Al-Taswiq al-Tijari wa Ahkamuhu fi al-Fiqh al-Islami karya Dr. Husain Syahrani hlm. 502
[2]. Ibid. halm. 525-528
[3]. Dr. Sami al-Suwailim dalam konsultasi syariah di http://www.islamtoday.com
[4]. Perusahaan ini berdiri pada tahun 2003 M, berpusat di Riyad. Produknya CD yang berisi program buku-buku Islam dalam bentuk elektronik. Dipasarkan dengan sistem MLM. 1 keping CD dijual dengan harga 500 riyal (mata uang Arab Saudi).
[5]. Hlm. 516
[6]. Haramnya perusahaan “HibatulJazirah” telah difatwakan oleh dewan fatwa Kerajaan Arab Saudi dan haramnya perusahaan “Madaar An Nuur” Mesir, difatwakan oleh Dr. Sami al-Suwailim. Lihat konsultasi syariah di http://www.islamtoday.com tertanggal 16-1-1424 H.
Perbedaan Mendasar Antara MLM Dan Samsarah:
1. Samsarah (Calo/Makelar)
Untuk menjadi perantara tidak disyaratkan harus membeli produk terlebih dahulu.
MLM (Multi Level Marketing)
Untuk menjadi anggota MLM diharuskan membeli produk. Ini termasuk dalam 
larangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dua jual beli dalam satu 
jual beli, yaitu: untuk bisa memasarkan barang dia harus melakukan (1 
akad ijarah) dan dia harus membeli barang (1 akad bai’)
Perantara (agen) mendapat imbalan dari setiap barang yang dijualnya kepada siapa pun.
MLM (Multi Level Marketing)
Dalam MLM, seseorang mendapat bonus jika menjual barang kepada dua orang
 kemudian dua orang itu menjual barang lagi kepada dua orang, dan begitu
 seterusnya. Jika persyaratan ini tidak terpenuhi maka bonus tidak akan 
didapat.
3. Samsarah (Calo/Makelar)
Upah yang diterima oleh perantara jelas jumlahnya baik dengan cara persentase harga barang ataupun dengan cara penetapan. 
MLM (Multi Level Marketing) 
Upah (bonus) yang akan diterima oleh penjual produk MLM tidak jelas dan ini termasuk garar (spekulasi).

